Jumat, 30 Januari 2009
Kambing PE, kambing asli Indonesia
BIOGAS: SAMPAH YANG NAIK KELAS
Bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kedap udara (disebut digester) sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut dan kemudian menghasilkan gas (disebut biogas). Biogas yang telah terkumpul di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya.Nilai kalori dari 1 meter kubik biogas adalah sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batubara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil.
Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan karbondioksida (CO2) yang ikut memberikan kontribusi bagi efek rumah kaca (green house effect) yang bermuara pada pemanasan global (global warming). Biogas memberikan perlawanan terhadap efek rumah kaca melalui tiga cara: Pertama, biogas memberikan substitusi atau pengganti dari bahan bakar fosil untuk penerangan, kelistrikan, memasak dan pemanasan. Kedua, metana (CH4) yang dihasilkan secara alami oleh kotoran yang menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan CO2. Pembakaran CH4 pada biogas mengubahnya menjadi CO2 sehingga mengurangi jumlah CH4 di udara. Ketiga, dengan lestarinya hutan, maka CO2 yang ada di udara akan diserap oleh hutan yang menghasilkan oksigen yang melawan efek rumah kaca.
http://geton.nedw.org
Menyejahterakan Masyarakat dengan Kandang Sapi Kelompok
Biogas Kini, lahan kas desa, tempat kandang kelompoknya yang awalnya gersang, menjadi subur dengan pertanian organik. Bahkan, sawah-sawah di sekitar kandang pun dipupuk semiorganik dengan perbandingan 60% pupuk kandang dan 40% pupuk pabrik. ’’Ke depan saya harapkan sepenuhnya pertanian organik,’’ katanya. Bersama kelompoknya, Mbah Pait ingin memberdayakan kotoran ternak sapinya. Tahun 2002 kelompoknya mendapatkan bantuan alat biodigester dari Kementerian Lingkungan Hidup. Alat tersebut berfungsi untuk mengolah limbah kotoran sapi menjadi gas yang bisa digunakan untuk memasak dan penerangan. Setelah mendapat bantuan dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan diberi penyuluhan dan pelatihan, kelompoknya berhasil membuat alat biodigester sendiri untuk penerangan kandang, memasak air atau bekatul untuk ternak sapi. Bahkan, kelompok ternak tersebut, dengan dibantu para suami yang kebanyakan bekerja sebagai buruh bangunan, berhasil membentuk tim yang bisa membuatkan alat tersebut bagi kelompok ternak sapi lainnya. ’’Alat ini hanyalah alat sederhana yang dibuat dari semen. Ini pekerjaan tukang batu kok. Sampai saat ini kami sudah membuat 10 alat biodigester untuk kelompok lain, bahkan sampai Klaten,’’ jelasnya. Minimal dengan tiga hingga empat ekor sapi bisa membuat alat biodigester, yang dikerjakan enam orang. Pekerjaan ini membutuhkan waktu sekitar empat bulan dengan biaya Rp 9,3 juta. ’’Limbah dari alat ini bisa digunakan untuk pupuk yang langsung kami alirkan ke sawah-sawah,’’ lanjut mbah Pait yang bersama kelompoknya, yang membuat pupuk organik dengan nama ’’Alam Hijau’’. (37)
Suara Merdeka
MANFAATKAN KOTORAN SAPI; Kelompok Ternak Mekarsari Kembangkan Biogas
Kedaulatan Rakyat
Api Biru dari Kotoran Sapi
Api dari kompor gas milik kelompok tani Integrated Cattle Farming atau ICF Mekarsari tak beda dengan elpiji. Nyalanya biru. Minuman teh yang dimasak dari api ini rasanya juga enak. Padahal, bahan bakar pembuat api itu dari tlethong, kotoran sapi.
Tak ada tabung gas di dapur milik kelompok tani di Dusun Nogosari, Gilangharjo, Pandak, Bantul, ini. Yang terlihat hanya pipa paralon disambung ke selang kompor gas dan diberi keran. Kalau paralon dirunut akan berujung di bak penampung dari semen.
Bak yang dinamakan biodigester ini diletakkan di bawah tanah. Lewat saluran dari semen mirip selokan kecil yang ada di permukaan tanah, bak ini tersambung dengan kandang-kandang sapi. Kotoran lengkap dengan kencing sapi, setelah diguyur air, dimasukkan ke selokan kecil tadi.
Ada empat sapi penghuni kandang yang "bertugas" di sana untuk buang kotoran. Sekitar 15 kg kotoran bisa mereka hasilkan dalam satu hari, cukup banyak agar nyala api di kompor bisa bertahan 10 jam. Lumayan banyak pula untuk dipakai para ibu di dusun itu.
"Saya sering masak air di sini untuk keperluan rumah juga kalau ada pertemuan-pertemuan," kata Supartini (35) yang rumahnya hanya berjarak beberapa puluh meter dari dapur milik kelompok tani tersebut. Sebanyak 43 anggota kelompok tani ini para ibu warga Nogosari.
Biogas, bahan bakar alternatif pengganti elpiji tersebut, menemani mereka sejak lima tahun lalu. Sebagian urusan memasak dikerjakan di sini, lumayan mengirit pemakaian minyak tanah. Hanya, penggunaannya mesti gantian, maklum, kompor hanya satu buah.
"Kalau nyala api hampir mati, bak penampung kotoran itu tinggal disiram dengan air. Nanti nyalanya besar lagi. Tidak rumit kok penggunaannya, hanya mesti rajin mengurus kandang dan sapi," ujar Pait (59), sesepuh kelompok ICF Mekarsari, Kamis (13/12).
Biogas pengganti elpiji merupakan gas metan yang bisa terbakar. Untuk menghasilkan metan kotoran mesti diendapkan 15 hari. Namun, ini hanya di proses awal karena selanjutnya kotoran plus air-dengan perbandingan 1 : 3-begitu masuk bak ini langsung bisa menghasilkan gas metan.
Sebenarnya, menurut Syamsudin (35), warga yang sehari-hari membantu kelompok ini, hanya perlu dua sapi untuk mencukupi kebutuhan satu kompor. Jadi, untuk mencukupi kebutuhan rumah akan elpiji dari gas metan, ya cukup memelihara dua sapi.
Selain itu, diperlukan bak biodigester. Harganya cukup mahal, sekitar Rp 9,3 juta untuk ukuran sembilan meter kubik. Bak ini maksimal hanya bisa menampung kotoran dari empat sapi. Uang menjadi satu kendala sehingga kompor biogas baru ada sebuah di dusun ini.
Warga sendiri berencana agar setiap rumah bisa menerapkan konsep ini. Kepala Desa Gilangharjo Aan Sumarna juga menyatakan dukungan. Ia malah berharap penggunaan energi alternatif tersebut bisa diterapkan oleh warga lain.
Asal mula pembuatan biogas berawal dari bantuan biodigester dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk mengolah limbah kotoran ternak. Namun, anggota kelompok, para ibu, ini jugalah yang mengerjakan tugas di kandang, dan semua berhubungan dengan kotoran serta bau.
Menariknya, selain sebagai bahan baku biogas, kotoran sapi diproses menjadi pupuk organik. Pupuk digunakan untuk tanaman pertanian juga tanaman hias. Sebuah kegiatan yang multiguna, apalagi para ibu juga tak terganggu dalam melakukan pekerjaan rumah tangga.
Ini bukan hanya mengirit biaya pemakaian minyak tanah atau elpiji yang harganya kian melambung, melainkan juga menghemat sumber daya fosil yang bisa habis itu, dan memberdayakan ternak. Tak terlalu sulit melakukan hal tersebut, kecuali bagi warga yang tinggal di perumahan.
Lukas Adi Prasetya, KOMPAS
Arti Penting Hijauan Makanan Ternak (HMT)
Kegiatan ICF Mekarsari
Menuju sistem pertanian yang lebih sinergis, beradab, dan berkelanjutan, dengan menghormati martabat manusia berikut alamnya.
MISI
Melindungi dan mengembangkan seluruh sustainable livelihood asset masyarakat miskin melalui pemberdayaan dan penyadaran kader-kader tani di komunitas-komunitas basis.
STRATEGI
Menjalankan pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah melalui pengintegrasian kegiatan-kegiatan peternakan, pertanaman, perikanan, dan energi alternatif
Melatih petani agar memiliki: Competence, Conscience dan Compassion yang tinggi dalam menghadapi globalisasi.
Mengembangkan dan memperbaiki silabus pelatihan pertanian dan perdesaan.
Partnership: menjalin hubungan dengan semua pihak yang berkehendak baik.
TUJUAN
Mewujudkan Anugerah Allah melalui:
Improved Access to: information, technologies and training, better nutrition and health.
A more supportive and cohesive social environment
More secure access to, and better management of, natural resources
More secure access to financial resources
STRATEGI
Mengembangkan sumber daya manusia supaya berperan aktif mewujudkan visi dan misi ICF.
Membangun unit usaha terpadu dengan basis peternakan sapi.
Membangun kerja sama dengan lembaga lokal, nasional, maupun internasional.
Mengembangkan & melakukan perbaikan kurikulum pembelajaran secara terus menerus sesuai visi dan misi ICF.
A. ENTERPRENEURSHIP , STUDENT RISET
B. BREEDING & FATTENING SAPI PEDAGING
C. PEMBIBITAN KAMBING PERANAKAN ETAWA
D. BIOGAS – MCK BIOGAS - ENERGI ALTERNATIF
E. PERTANIAN ORGANIK SAYURAN & HORTIKULTURA
F. PERIKANAN DARAT
G. MICRO FINANCE
B. BREEDING SAPI POTONG
· Rancang bangun perkandangan
· Hijauan Pakan Ternak
· Pembuatan Konsentrat Sapi
· Pemeliharaan kesehatan induk & anak
· Mengenal sistem reproduksi
· Program penyapihan dini
· Pengelolaan limbah
C. BREEDING & PEMBESARAN KAMBING
· Latihan Pengadaan dan Perawatan Kandang
· Mengenal, Mencegah, Menangkal Penyakit
· Pengadaan dan pengelolaan hijauan pakan
· Penyusunan formula konsentrat kambing
· Pengelolaan kesehatan & reproduksi
· Pengenalan bibit unggul
D. ENERGI ALTERNATIF
· Tani-ternak sbg penghasil energi terbaharui
· Teori membangun biodigester
· Praktek membangun biodigester
· Kompor gas dari limbah ternak- manusia
· Listrik berbahan bakar gas limbah ternak-manusia
· Pupuk organik dari limbah biodigester
E. SAYURAN & HORTIKULTUR ORGANIK
· Pembuatan pupuk organik padat & cair
· Pembuatan pestisida organik
· Budidaya Cabai Segala Musim
· Bididaya Bawang Merah
· Budidaya Bayam Merah
· KRP – Umbi-umbian lokal
· Aneka Tabulampot
· Bank benih padi lokal
F. PERIKANAN DARAT
· Calon Kolam Pelatihan Pembibitan:
1. Lopster air tawar
2. Gurami
3. Patin
4. Lele
G. MICRO FINANCE
· Support to development of Financial services organizations.
· KSP-Mekarsari – YYS. Bina Sejahtera
· Departemen Pertanian-Subdin Peternakan
JARINGAN
· Universitas Gadjah Mada – Fak. Peternakan
· SPTN – Hari Pangan Sedunia – Bank Benih
· Bhakti Yogya – Jakarta
· DPD AYUB - Yogyakarta
· BPTP Dinas Pertanian – Prop. DIY
· YYS Bina Sejahtera – Cabang Yogyakarta
· Pemerintah Desa Gilangharjo
· CD - Yayasan Suara Bhakti Yogyakarta
· CHF- international – Amerika Serikat
· AIG – Amerika Serikat
OUTCOMES
Meningkatnya livelihood asset masyarakat
Increased well – being, rasa “Ayem & Sumeleh”
Reduced “Vulnerability” Masyarakat makin berdaya.
Terjaminnya ketersediaan pangan yang sehat dan aman
Terjaminnya kelestarian sumber sumber daya alam