Jumat, 30 Januari 2009

Kambing PE, kambing asli Indonesia

Menurut Balitnak Kambing PE adalah kambing Persilangan antara kambing Kacang dengan kambing Ettawah (Jamnapari), dengan proporsi genotipe yang tidak jelas. Potensi Produksinya cukup tinggi. Dengan ciri khas bentuk muka cembung, telinga menggantung dengan Postur Tinggi, Panjang dan agak ramping.Kinerja Produksi• Pada program perkawinan setiap 8 bulan (3 kali beranak dalam 2 tahun), kambing ini sebaiknya di perah (laktasi selama 5- 6 bulan dengan masa kering selama 2-3 bulan (Gambar 1)• Pakan : rumput dan atau ramban (daun-daunan segar) dan pakan konsentrat (0,5-1,0) kg/ekor/hari. Air hendaknya selalu tersedia secara bebasProduksi susu :• Lama laktasi (bulan) : 7-10 bulan• Produksi susu (liter/hari) :1,0-1,5 literKomposisi susu :• Air (%) : 83-87• Protein(%) : 3,3-3,9• Lemak susu(%) : 4-7• Ca(%) : 0,129• P (%) : 0,106Produksi anak• Berat lahir (kg) :3-4,5• Jumlah anak sekelahiran (ekor) :1-3• Berat sapih (kg) :13-15 ekorKeunggulan susu kambing• Persentase butir-butir lemak dengan diameter kecil cukup tinggi (82,7 %)• 20 % asam lemak susu kambing termasuk asam lemak dengan rantai pendek dan sedang (4-12 karbon) sehingga mudah dan cepat dicerna• Sangat baik diberikan untuk orang yang mengalami gangguan pencernaan kalau mekonsumsi susu sapiProspek pengembangan• Dapat dikembangkan hampir disemua kondisi agroekosistem di Indonesia• Pemeliharaanya mudah, dan memerlukan modal relatif kecil• Membantu program peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat di pedesaan melalui konsumsi susu kambing tanpa harus mengorbankan ternaknya sebagai ternak bibit• Merupakan sumber pertumbuhan baru sub sektor peternakan

BIOGAS: SAMPAH YANG NAIK KELAS

Biogas adalah gas yang mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat dan cair) homogen seperti kotoran dan urin (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Di samping itu juga sangat mungkin menyatukan saluran pembuangan di kamar mandi atau WC ke dalam sistem biogas. Di daerah yang banyak industri pemrosesan makanan, antara lain tahu, tempe, ikan pindang atau brem, bisa menyatukan saluran limbahnya ke dalam sistem biogas, sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini dimungkinkan karena limbah industri tersebut di atas berasal dari bahan organik yang homogen.
Bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kedap udara (disebut digester) sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut dan kemudian menghasilkan gas (disebut biogas). Biogas yang telah terkumpul di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya.Nilai kalori dari 1 meter kubik biogas adalah sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batubara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil.
Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan karbondioksida (CO2) yang ikut memberikan kontribusi bagi efek rumah kaca (green house effect) yang bermuara pada pemanasan global (global warming). Biogas memberikan perlawanan terhadap efek rumah kaca melalui tiga cara: Pertama, biogas memberikan substitusi atau pengganti dari bahan bakar fosil untuk penerangan, kelistrikan, memasak dan pemanasan. Kedua, metana (CH4) yang dihasilkan secara alami oleh kotoran yang menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan CO2. Pembakaran CH4 pada biogas mengubahnya menjadi CO2 sehingga mengurangi jumlah CH4 di udara. Ketiga, dengan lestarinya hutan, maka CO2 yang ada di udara akan diserap oleh hutan yang menghasilkan oksigen yang melawan efek rumah kaca.

http://geton.nedw.org

Menyejahterakan Masyarakat dengan Kandang Sapi Kelompok

USIANYA sudah tidak muda lagi, 59 tahun. Namun, sekalipun tak bisa baca-tulis, karena tak pernah mengenyam bangku sekolah, Mbah Pait ingin berbuat sesuatu untuk kesejahteraan warga. Ia prihatin dengan tingkat kesejahteraan warga. Selain tanah pertanian yang mulai rusak, kesejahteraan masyarakat di desanya, Gilangharjo, Pandak Bantul, sekitar 40 km ke arah Kota Yogyakarta, juga menurun. Para lelaki bekerja menjadi buruh bangunan di kota, sementara perempuan hanya bekerja jika panen padi tiba. Buruh bangunan kiranya menjadi pilihan utama, mengingat pendidikan warga 70% hanya SD dan SMP.’’Maka, untuk pekerjaan sampingan, dulu saya memelihara sapi milik tetangga desa untuk tambahan penghasilan keluarga. Karena hasilnya lumayan, banyak perempuan ikut-ikutan memelihara sapi,î ujar Mbah Pait sambil tersenyum senang. Jangan heran jika mencari rumput atau jerami untuk pakan sapi, sekalipun berat tetap menjadi pekerjaan kaum ibu. Sementara suami, tetap bekerja sebagai buruh bangunan di kota. Selain mengajak ibu-ibu untuk memelihara sapi, Mbah Pait yang berputra lima dan bercucu lima ini punya rencana mengajak para petani di desanya untuk beralih ke pertanian organik. Untuk mendapatkan pupuk kandang, dibentuklah kandang kelompok. Rencana pun berhasil dilakukan pada 2002 dengan berdirinya Kelompok Ternak Sapi Mekarsari. Sampai kini jumlah anggotanya 47 ibu rumah tangga dengan sapi 60 ekor.
Biogas Kini, lahan kas desa, tempat kandang kelompoknya yang awalnya gersang, menjadi subur dengan pertanian organik. Bahkan, sawah-sawah di sekitar kandang pun dipupuk semiorganik dengan perbandingan 60% pupuk kandang dan 40% pupuk pabrik. ’’Ke depan saya harapkan sepenuhnya pertanian organik,’’ katanya. Bersama kelompoknya, Mbah Pait ingin memberdayakan kotoran ternak sapinya. Tahun 2002 kelompoknya mendapatkan bantuan alat biodigester dari Kementerian Lingkungan Hidup. Alat tersebut berfungsi untuk mengolah limbah kotoran sapi menjadi gas yang bisa digunakan untuk memasak dan penerangan. Setelah mendapat bantuan dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan diberi penyuluhan dan pelatihan, kelompoknya berhasil membuat alat biodigester sendiri untuk penerangan kandang, memasak air atau bekatul untuk ternak sapi. Bahkan, kelompok ternak tersebut, dengan dibantu para suami yang kebanyakan bekerja sebagai buruh bangunan, berhasil membentuk tim yang bisa membuatkan alat tersebut bagi kelompok ternak sapi lainnya. ’’Alat ini hanyalah alat sederhana yang dibuat dari semen. Ini pekerjaan tukang batu kok. Sampai saat ini kami sudah membuat 10 alat biodigester untuk kelompok lain, bahkan sampai Klaten,’’ jelasnya. Minimal dengan tiga hingga empat ekor sapi bisa membuat alat biodigester, yang dikerjakan enam orang. Pekerjaan ini membutuhkan waktu sekitar empat bulan dengan biaya Rp 9,3 juta. ’’Limbah dari alat ini bisa digunakan untuk pupuk yang langsung kami alirkan ke sawah-sawah,’’ lanjut mbah Pait yang bersama kelompoknya, yang membuat pupuk organik dengan nama ’’Alam Hijau’’. (37)

Suara Merdeka

MANFAATKAN KOTORAN SAPI; Kelompok Ternak Mekarsari Kembangkan Biogas

Kelompok ternak Mekarsari di Dusun Nogosari Gilangharjo Pandak kembangkan pembuatan biogas dari kotoran sapi. Usaha kelompok ini pun mampu menjadi tambahan penghasilan warga. Di samping menjalankan usaha utama yakni beternak sapi dan kambing, kelompok juga menerima order pembuatan dan pemasangan instalasi penghasil biogas.Mugino, Ketua Tim Biogas Kelompok Ternak Mekarsari kepada KR belum lama ini mengatakan, proses pembuatan biogas cukup mudah. Kotoran ternak dieramkan selama 14 hari di dalam bak penampung. Setelah itu gas yang dihasilkan ditampung ke dalam kubah penampung kemudian disalurkan ke kompor menggunakan selang. Seperti halnya elpiji, nyala api biogas ini berwarna biru. Meski dibuat dari kotoran ternak namun api yang dihasilkan tidak berbau. Nilai kalornya juga hampir sama dengan elpiji.Dikatakan, usaha pembuatan biogas tersebut dimulai sejak tahun 2003 lalu. Biogas ini sudah berhasil diujicobakan di sekretariat kelompok. "Lumayan kami bisa menghemat biaya pengeluaran untuk pembelian bahan bakar. Paling tidak tiap ada pertemuan kompor biogas bisa digunakan untuk memasak air dan makanan," katanya. Beberapa warga sekitar juga sudah ada yang memanfaatkan biogas sebagai bahan bakar rumahtangga sehari-hari. Usaha pembuatan biogas, lanjutnya, juga mendatangkan keuntungan ekonomis bagi anggota kelompok. "Kami sering menerima pesanan pembuatan instalasi biogas," ujarnya. Pemesan berasal dari wilayah Bantul, Sleman dan Klaten. Kebanyakan pemesan adalah peternak dan pengusaha.Dikatakan, di kelompok ternak Mekarsari ada 12 orang yang ahli membuat dan memasang instalasi biogas. Keahlian ini diperoleh dari pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan (PKP) Bantul. Bak penampungan ini ditempatkan di dekat kandang ternak sehingga kotoran bisa langsung masuk. Selain dari kotoran ternak biogas juga bisa dihasilkan dari limbah tahu, kotoran unggas serta limbah MCK.Selanjutnya kotoran ternak yang sudah dicampur air dengan perbandingan 1:2 dieramkan selama 14 hari. Setiap harinya kotoran ternak baru dimasukkan ke dalam bak untuk menggantikan kotoran ternak yang sudah jadi ampas. "Untuk ukuran rumahtangga butuh kotoran ternak dari 2 ekor sapi. Gas yang dihasilkan sudah bisa digunakan untuk memasak sehari-hari," jelasnya. Ampas ini pun tidak lantas dibuang begitu saja. Tapi dimanfaatkan sebagai pupuk organik.Dikatakan Mugino, bagi masyarakat yang ingin memesan instalasi biogas, kelompok memasang tarif sekitar Rp 10 juta untuk ukuran 9 meter kubik. Biaya tersebut sudah komplit sampai biogas bisa menyala dan dimanfaatkan. "Biayanya memang cukup mahal," imbuhnya. Itulah mengapa belum semua warga di Nogosari mampu memasang instalasi penghasil bio gas di rumahnya. Padahal dengan memanfaatkan kotoran ternak sebagai sumber bahan bakar rumahtangga mendatangkan banyak keuntungan. Masyarakat tidak perlu lagi tergantung pada minyak tanah atau gas elpiji yang belakangan sering langka di pasaran. Selain itu lingkungan sekitar menjadi bersih, limbah bisa diminimalisir.

Kedaulatan Rakyat

Api Biru dari Kotoran Sapi

Api dari kompor gas milik kelompok tani Integrated Cattle Farming atau ICF Mekarsari tak beda dengan elpiji. Nyalanya biru. Minuman teh yang dimasak dari api ini rasanya juga enak. Padahal, bahan bakar pembuat api itu dari tlethong, kotoran sapi.
Tak ada tabung gas di dapur milik kelompok tani di Dusun Nogosari, Gilangharjo, Pandak, Bantul, ini. Yang terlihat hanya pipa paralon disambung ke selang kompor gas dan diberi keran. Kalau paralon dirunut akan berujung di bak penampung dari semen.
Bak yang dinamakan biodigester ini diletakkan di bawah tanah. Lewat saluran dari semen mirip selokan kecil yang ada di permukaan tanah, bak ini tersambung dengan kandang-kandang sapi. Kotoran lengkap dengan kencing sapi, setelah diguyur air, dimasukkan ke selokan kecil tadi.
Ada empat sapi penghuni kandang yang "bertugas" di sana untuk buang kotoran. Sekitar 15 kg kotoran bisa mereka hasilkan dalam satu hari, cukup banyak agar nyala api di kompor bisa bertahan 10 jam. Lumayan banyak pula untuk dipakai para ibu di dusun itu.
"Saya sering masak air di sini untuk keperluan rumah juga kalau ada pertemuan-pertemuan," kata Supartini (35) yang rumahnya hanya berjarak beberapa puluh meter dari dapur milik kelompok tani tersebut. Sebanyak 43 anggota kelompok tani ini para ibu warga Nogosari.
Biogas, bahan bakar alternatif pengganti elpiji tersebut, menemani mereka sejak lima tahun lalu. Sebagian urusan memasak dikerjakan di sini, lumayan mengirit pemakaian minyak tanah. Hanya, penggunaannya mesti gantian, maklum, kompor hanya satu buah.
"Kalau nyala api hampir mati, bak penampung kotoran itu tinggal disiram dengan air. Nanti nyalanya besar lagi. Tidak rumit kok penggunaannya, hanya mesti rajin mengurus kandang dan sapi," ujar Pait (59), sesepuh kelompok ICF Mekarsari, Kamis (13/12).
Biogas pengganti elpiji merupakan gas metan yang bisa terbakar. Untuk menghasilkan metan kotoran mesti diendapkan 15 hari. Namun, ini hanya di proses awal karena selanjutnya kotoran plus air-dengan perbandingan 1 : 3-begitu masuk bak ini langsung bisa menghasilkan gas metan.
Sebenarnya, menurut Syamsudin (35), warga yang sehari-hari membantu kelompok ini, hanya perlu dua sapi untuk mencukupi kebutuhan satu kompor. Jadi, untuk mencukupi kebutuhan rumah akan elpiji dari gas metan, ya cukup memelihara dua sapi.
Selain itu, diperlukan bak biodigester. Harganya cukup mahal, sekitar Rp 9,3 juta untuk ukuran sembilan meter kubik. Bak ini maksimal hanya bisa menampung kotoran dari empat sapi. Uang menjadi satu kendala sehingga kompor biogas baru ada sebuah di dusun ini.
Warga sendiri berencana agar setiap rumah bisa menerapkan konsep ini. Kepala Desa Gilangharjo Aan Sumarna juga menyatakan dukungan. Ia malah berharap penggunaan energi alternatif tersebut bisa diterapkan oleh warga lain.
Asal mula pembuatan biogas berawal dari bantuan biodigester dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk mengolah limbah kotoran ternak. Namun, anggota kelompok, para ibu, ini jugalah yang mengerjakan tugas di kandang, dan semua berhubungan dengan kotoran serta bau.
Menariknya, selain sebagai bahan baku biogas, kotoran sapi diproses menjadi pupuk organik. Pupuk digunakan untuk tanaman pertanian juga tanaman hias. Sebuah kegiatan yang multiguna, apalagi para ibu juga tak terganggu dalam melakukan pekerjaan rumah tangga.
Ini bukan hanya mengirit biaya pemakaian minyak tanah atau elpiji yang harganya kian melambung, melainkan juga menghemat sumber daya fosil yang bisa habis itu, dan memberdayakan ternak. Tak terlalu sulit melakukan hal tersebut, kecuali bagi warga yang tinggal di perumahan.

Lukas Adi Prasetya, KOMPAS

Arti Penting Hijauan Makanan Ternak (HMT)


Hijauan makanan ternak (hmt) merupakan salah satu bahan makanan ternak yang sangat diperlukan dan besar manfaatnya bagi kehidupan dan kelangsungan populasi ternak kambing etawa. Oleh karenanya, hijauan makanan ternak sebagai salah satu bahan makanan merupakan dasar utama untuk mendukung peternakan kambing etawa terutama bagi peternak kambing etawa yang setiap harinya membutuhkan cukup banyak hijauan pakan ternak.

Kebutuhan akan hijauan pakan akan semakin banyak sesuai dengan bertambahnya jumlah populasi ternak kambing etawa yang dimiliki. Kendala utama di dalam penyediaan hijauan pakan untuk ternak kambing etawa, terutama produksinya tidak dapat tetap sepanjang tahun. Pada saat musim penghujan, produksi hijauan makanan ternak akan melimpah, sebaliknya pada saat musim kemarau tingkat produsinya akan rendah, atau bahkan dapat berkurang sama sekali.

Demi ketersediaan hijauan makan ternak yang tetap sepanjang tahun, maka diperlukan budidaya hijauan pakan, baik dengan usaha perbaikan manajemen tanaman keras atau penggalakan cara pengelolaan penanaman rumput unggul. Dengan cara demikian kekurangan akan hijauan pakan dapat diatasi, sehingga nantinya dapat mendukung pengembangan usaha ternak kambing etawa yang akan dilakukan.

Pada daerah yang keadaan tanahnya selalu dilanda kekeringan, dimana air susah diperoleh, tanaman keras seperti pohon nangka, pohon mahoni, pohon sengon, pohon angsana, pohon ketela karet, adalah solusinya. Sehingga diperlukan waktu yang tepat untuk menanam taneman-taneman keras seperti tersebut diatas, sehingga tanaman tersebut dapat hidup dan siap untuk tumbuh, mengingat tanaman keras biasanya tidak dapat ditanam dalam keadaan taneman tersebut besar. Waktu yang tepat untuk memulai menanam adalah pada awal musim penghujan atau akhir musim kemarau. Pada awal musim hujan, tanaman baru yang akan ditanam akan lebih mudah untuk hidup, karena tanaman baru secara otomatis akan mudah mendapatkan air.

Bagi peternak yang berorientasi pada kambing susu, peternak haruslah jeli dalam memilih dan menanam tanaman yang dapat meningkatkan produksi susu. Ada beberapa jenis tanaman yang bisa di tanam oleh peternak. Seperti pohon kaliandra, pohon turi, pohon katuk, pohon alpukat, pohon jurangan, dan pohon dadap. Seperti pengalaman saya kambing yang makan daun tersebut jumlah keluaran susunya akan sangat berlimpah. Seperti kita ketahui, daun kaliandra, daun katuk, daun jurangan dan daun dadap, bisa juga melancarkan ASI pada ibu yang sedang menyusui. Sehingga kalau daun tersebut dijadikan menu utama bagi kambing yang sedang laktasi, secara otomatis produksi susu pada kambing etawa juga akan banyak. Harapannya jumlah produksi susu meningkat pula sehingga rejeki yang akan masuk ke peternak juga akan semakin banyak pula.

Kegiatan ICF Mekarsari





























VISI
Menuju sistem pertanian yang lebih sinergis, beradab, dan berkelanjutan, dengan menghormati martabat manusia berikut alamnya.
MISI
Melindungi dan mengembangkan seluruh sustainable livelihood asset masyarakat miskin melalui pemberdayaan dan penyadaran kader-kader tani di komunitas-komunitas basis.
STRATEGI
Menjalankan pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah melalui pengintegrasian kegiatan-kegiatan peternakan, pertanaman, perikanan, dan energi alternatif
Melatih petani agar memiliki: Competence, Conscience dan Compassion yang tinggi dalam menghadapi globalisasi.
Mengembangkan dan memperbaiki silabus pelatihan pertanian dan perdesaan.
Partnership: menjalin hubungan dengan semua pihak yang berkehendak baik.
TUJUAN
Mewujudkan Anugerah Allah melalui:
Improved Access to: information, technologies and training, better nutrition and health.
A more supportive and cohesive social environment
More secure access to, and better management of, natural resources
More secure access to financial resources
STRATEGI
Mengembangkan sumber daya manusia supaya berperan aktif mewujudkan visi dan misi ICF.
Membangun unit usaha terpadu dengan basis peternakan sapi.
Membangun kerja sama dengan lembaga lokal, nasional, maupun internasional.
Mengembangkan & melakukan perbaikan kurikulum pembelajaran secara terus menerus sesuai visi dan misi ICF.
PROGRAM PEMBELAJARAN
A. ENTERPRENEURSHIP , STUDENT RISET
B. BREEDING & FATTENING SAPI PEDAGING
C. PEMBIBITAN KAMBING PERANAKAN ETAWA
D. BIOGAS – MCK BIOGAS - ENERGI ALTERNATIF
E. PERTANIAN ORGANIK SAYURAN & HORTIKULTURA
F. PERIKANAN DARAT
G. MICRO FINANCE
================================================

A. ENTERPRENEURSHIP , STUDENT RISET

B. BREEDING SAPI POTONG
· Rancang bangun perkandangan
· Hijauan Pakan Ternak
· Pembuatan Konsentrat Sapi
· Pemeliharaan kesehatan induk & anak
· Mengenal sistem reproduksi
· Program penyapihan dini
· Pengelolaan limbah

C. BREEDING & PEMBESARAN KAMBING
· Latihan Pengadaan dan Perawatan Kandang
· Mengenal, Mencegah, Menangkal Penyakit
· Pengadaan dan pengelolaan hijauan pakan
· Penyusunan formula konsentrat kambing
· Pengelolaan kesehatan & reproduksi
· Pengenalan bibit unggul

D. ENERGI ALTERNATIF
· Tani-ternak sbg penghasil energi terbaharui
· Teori membangun biodigester
· Praktek membangun biodigester
· Kompor gas dari limbah ternak- manusia
· Listrik berbahan bakar gas limbah ternak-manusia
· Pupuk organik dari limbah biodigester

E. SAYURAN & HORTIKULTUR ORGANIK
· Pembuatan pupuk organik padat & cair
· Pembuatan pestisida organik
· Budidaya Cabai Segala Musim
· Bididaya Bawang Merah
· Budidaya Bayam Merah
· KRP – Umbi-umbian lokal
· Aneka Tabulampot
· Bank benih padi lokal

F. PERIKANAN DARAT
· Calon Kolam Pelatihan Pembibitan:
1. Lopster air tawar
2. Gurami
3. Patin
4. Lele

G. MICRO FINANCE
· Support to development of Financial services organizations.
· KSP-Mekarsari – YYS. Bina Sejahtera
· Departemen Pertanian-Subdin Peternakan


JARINGAN
· Universitas Gadjah Mada – Fak. Peternakan
· SPTN – Hari Pangan Sedunia – Bank Benih
· Bhakti Yogya – Jakarta
· DPD AYUB - Yogyakarta
· BPTP Dinas Pertanian – Prop. DIY
· YYS Bina Sejahtera – Cabang Yogyakarta
· Pemerintah Desa Gilangharjo
· CD - Yayasan Suara Bhakti Yogyakarta
· CHF- international – Amerika Serikat
· AIG – Amerika Serikat

OUTCOMES
Meningkatnya livelihood asset masyarakat
Increased well – being, rasa “Ayem & Sumeleh”
Reduced “Vulnerability” Masyarakat makin berdaya.
Terjaminnya ketersediaan pangan yang sehat dan aman
Terjaminnya kelestarian sumber sumber daya alam